Mulai Berjalan, Program M4CR BRGM di Riau Rangkul Pemprov Hingga Masyarakat Percepat Rehabilitasi Mangrove

SpiritBangsa.com – Indonesia dikenal sebagai negara pemilik ekosistem mangrove terbesar di dunia, dengan luas mencapai 3,44 juta hektar. Ekosistem mangrove memiliki berbagai manfaat, diantaranya sebagai habitat lebih dari 3.000 spesies ikan, mangrove juga mampu menyimpan cadangan karbon 3 – 5 kali lebih besar dibandingkan hutan tropis daratan sehingga memiliki peran krusial dalam upaya mitigasi perubahan iklim, perlindungan pantai, serta berperan besar dalam menyokong perekonomian masyarakat pesisir.

Ancaman abrasi, intrusi air laut, hilangnya spesies biota laut, dan degradasi ekosistem mangrove kini semakin nyata. Pemerintah, melalui Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) berkomitmen dalam aksi percepatan rehabilitasi mangrove seluas 600.000 hektar di 9 provinsi prioritas diantaranya provinsi Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka, Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Papua Barat, dan Papua.

Dalam pelaksanaannya, Badan Restorasi Gambut dan Mangrove merangkul berbagai pihak dalam percepatan rehabilitasi mangrove baik di tingkat Kementerian, Pemerintah Daerah, Masyarakat, hingga Mitra Luar Negeri. Rehabilitasi mangrove dapat dilaksanakan melalui berbagai skema pendanaan, termasuk diantaranya mengakses pendanaan lingkungan hidup yang disalurkan melalui Badan Pengelolaan Dana Lingkungan Hidup (BPDLH). Diantara program yang didukung pendanaan lingkungan hidup adalah rehabilitasi mangrove melalui program Mangrove for Coastal Resilience (M4CR) yang dilaksanakan di 4 provinsi prioritas yaitu Sumatera Utara, Riau, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Utara, dengan target rehabilitasi mangrove melalui penanaman seluas 75.000 hektar, serta pengelolaan mangrove berkelanjutan pada lanskap seluas 400.000 hektar selama 5 tahun, mulai tahun 2024.

Pada tahun 2022, Kepala BRGM beserta jajaran telah melakukan audiensi kepada Gubernur di 4 provinsi terkait dengan program M4CR. Tahun 2024 ini, kegiatan baru dapat dimulai, diawali dengan kegiatan identifikasi dan inventarisasi lokasi indikatif rehabilitasi mangrove di 4 provinsi serta prakondisi sosial ekonomi masyarakat. Provinsi Riau, menjadi salah satu prioritas BRGM dalam pelaksanaan percepatan rehabilitasi mangrove melalui program M4CR. Kegiatan rehabilitasi mangrove di provinsi Riau akan dilaksanakan di 6 Kabupaten, yaitu Bengkalis, Indragiri Hilir, Kepulauan Meranti, Kota Dumai, Pelalawan, dan Rokan Hilir. Dalam rangka persiapan pelaksanaan M4CR, Kepala BRGM, Hartono, mengunjungi langsung dua Lokasi yang menjadi target indikatif M4CR, yakni Desa Kuala Selat, Kabupaten Indragiri Hilir dan Desa Tanjung Pasir, Tembilahan, Provinsi Riau.

Desa Kuala Selat merupakan salah satu desa yang mengalami intrusi air laut akibat hilangnya ekosistem mangrove yang kini beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa. Rusaknya ekosistem mangrove telah menyebabkan abrasi dan intrusi air laut yang berdampak juga pada rusaknya perkebunan kelapa rakyat seluas kurang lebih 2.500 ha. BRGM telah berupaya melakukan penanaman mangrove pada tahun 2021 dengan skema PEN di areal luar tanggul, namun permasalahan yang terdapat di Desa Kuala Selat ternyata lebih kompleks. Oleh karenanya, BRGM akan mengkaji secara khusus kasus yang terjadi di desa tersebut untuk mengembalikan fungsi ekosistem mangrove dan mengurangi terjadinya abrasi melalui program M4CR ini.

Lokasi kedua yang dikunjungi Kepala BRGM, serta Sekretaris Badan dan Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat BRGM adalah Desa Tanjung Pasir. Lokasi kedua ini, 15 tahun sebelumnya juga merupakan kebun kelapa produktif yang mengalami kerusakan seperti yang terjadi di Kuala Selat. Lahan-lahan kosong yang terlihat dari udara merupakan bekas tanaman kepala yang mulai lapuk dan membusuk.

Di desa ini, BRGM sebelumnya telah melakukan penanaman mangrovepada tahun 2021 dan 2022. Kondisi tanaman mangrove di Desa Tanjung Pasir sangat baik. Pertumbuhan mangrove yang ditanam, baik tahun 2021 maupun 2022 terlihat sangat baik, bahkan terdapat spesies mangrove lainnya yang tumbuh secara alami. Ke depannya, akan dilaksanakan berbagai kegiatan inkubasi usaha masyarakat untuk memberikan alternatif penghidupan bagi masyarakat di sekitar mangrove, khususnya di desa yang sudah berhasil dalam pelaksanaan penanaman dan pemeliharaan mangrove, termasuk di Desa Tanjung Pasir.

Selain kondisi biofisik yang mendukung, sisi kelembagaan yang sangat baik juga menjadi faktor penting dalam keberhasilan rehabilitasi mangrove di Desa Tanjung Pasir. Masyarakat desa tersebut memiliki kesadaran tinggi terhadap pentingnya ekosistem mangrove, ditambah lagi Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir sangat mendukung kegiatan rehabilitasi mangrove yang dilaksanakan oleh masyarakat. Dukungan ini disampaikan secara langsung oleh Bapak PJ Bupati Indragiri Hilir pada kesempatan makan malam bersama di Tembilahan Minggu (02/06) malam lalu.

“Mangrove yang direhabilitasi melalui program M4CR harus jadi dan memberikan manfaat jangka panjang, oleh karena itu kami akan fasilitasi berbagai prakondisi yang dibutuhkan, baik penataan hidrologi maupun konstruksi alat pemecah ombak sederhana, bekerjasama dengan para ahli dari berbagai perguruan tinggi, khususnya perguruan tinggi setempat. Kolaborasi berbagai pihak dalam upaya rehabilitasi mangrove dan penataan kelembagaan merupakan faktor kunci keberhasilan program M4CR di Provinsi Riau ini. Kami telah menempatkan personil di desa lokasi kegiatan untuk mendampingi masyarakat dalam menjalankan program ini. Kami sangat mengapresiasi dukungan dari Pemkab Indragiri Hilir dan berharap dukungan dari seluruh elemen Pemda untuk menjalankan program M4CR ke depannya,” ujar Hartono, ditemui di Kantor BRGM-M4CR Riau di Pekanbaru Selasa (04/06) siang. Dalam pelaksanaannya, program M4CR ini tidak hanya berfokus pada penanaman dan pemeliharaan mangrove, namun turut serta berperan dalam peningkatan kesejahteraan dan usaha masyarakat pesisir. Harapannya, melalui kegiatan ini, ekosistem mangrove kembali pulih, peningkatan kesadaran lingkungan oleh masyarakat, hingga dengan sendirinya masyarakat menjaga dan merawat ekosistem mangrove itu sendiri.

Writer: riilis