China Ganti Nama 630 Desa Uyghur untuk Hilangkan Referensi Islam

SpiritBangsa.com – Pihak berwenang di wilayah Xinjiang, China barat, secara sistematis mengganti nama desa-desa yang dihuni oleh orang Uyghur dan etnis minoritas lainnya. Langkah tersebut diyakini Human Rights Watch sebagai langkah terukur Partai Komunis untuk menghilangkan identitas budaya yang bertentangan dan berseberangan dengan ideologi mereka.

Dikutip AP, Rabu (19/6/2024), Human Rights Watch dan Uyghur Hjelp merilis fakta terjadinya pengubahan nama-nama desa yang sudah lama dijadikan tempat tinggal etnis Uyghur. Total ada 630 desa yang namanya diganti. Sebagian besar perubahan nama desa terjadi antara tahun 2017 dan 2019, pada puncak tindakan keras pemerintah di Xinjiang, menurut laporan tersebut.

Laporan tersebut diolah dengan membandingkan nama-nama dari 25.000 desa di Xinjiang yang terdaftar oleh Biro Statistik Nasional China antara tahun 2009 dan 2023.

Dari perbandingan itu diketahui nama-nama desa yang menggunakan kata “mazar” dan “dutar” yang erat dengan Islam diganti dengan nama-nama baru. Nama-nama desa itu kini menggunakan kata-kata seperti “kebahagiaan”, “persatuan”, dan “harmoni”. “Ketiga istilah itu umum dan sering ditemukan dalam dokumen kebijakan Partai Komunis,” sebut AP.

Penggantian nama-nama desa itu merupakan lanjutan dari penghapusan istilah-istilah keagamaan yang ada di Xinjiang.

Istilah yang sudah tidak dipakai lagi adalah “hoja”, yang artinya gelar untuk guru agama. Ada juga kata “haniqa” yang menunjukkan bangunan agama, dan istilah “baxshi,” yang artinya pemimpin spiritual.

“Pihak berwenang China telah mengubah ratusan nama desa di Xinjiang dari yang kaya makna bagi orang Uyghur menjadi yang mencerminkan propaganda pemerintah,” kata Maya Wang, direktur sementara China di Human Rights Watch.

“Perubahan nama ini tampaknya merupakan bagian dari upaya pemerintah China untuk menghapus ekspresi budaya dan agama orang Uyghur,” lanjutnya.

Sementara Abduweli Ayup, pendiri Uyghur Hjelp, mengatakan pemerintah China melakukan upaya yang sangat terukur untuk menghilangkan referensi agama Islam dari Uyghur.

“(Upaya ini) menghapus ingatan sejarah orang-orang, karena nama-nama itu mengingatkan orang-orang tentang siapa mereka,” katanya.

Diketahui Xinjiang adalah wilayah luas yang berbatasan dengan Kazakhstan dan merupakan rumah bagi sekitar 11 juta orang Uyghur dan etnis minoritas lainnya. Pada tahun 2017, pemerintah China meluncurkan kampanye asimilasi yang mencakup penahanan massal, dugaan indoktrinasi politik, dugaan pemisahan keluarga, dan dugaan kerja paksa di antara metode lainnya.

Sebagai bagian dari tindakan keras tersebut, lebih dari 1 juta orang Uyghur, Kazakh, Kirgiz, dan etnis minoritas lainnya diperkirakan ditahan di kamp-kamp penahanan di luar hukum. Pemerintah China saat itu menggambarkan kamp-kamp tersebut sebagai pusat pelatihan kejuruan dan mengatakan mereka diperlukan untuk mengekang separatisme dan ekstremisme agama.

Kantor Hak Asasi Manusia PBB pada tahun 2022 menemukan tuduhan pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang terverifikasi dan mengatakan China mungkin telah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan di wilayah tersebut. (beritasatu.com)