Profil Presiden Baru Iran Masoud Pezeshkian

SpiritBangsa.com – Seorang anggota parlemen Iran yang kurang dikenal, yang sebelumnya menjabat sebagai menteri kesehatan, terpilih menjadi presiden Republik Islam Iran melalui peristiwa yang tidak terduga.

Masoud Pezeshkian mengalahkan lawan konservatifnya, Saeed Jalili, mantan pemimpin perundingan nuklir dan kepala badan keamanan tertinggi, dengan selisih 2,7 juta suara dalam hasil resmi yang diumumkan Sabtu (6/7).

Pria berusia 69 tahun itu mengantongi 16.384.403 suara dari 30.530.157 suara yang dihitung.

Sementara kandidat konservatif Jalili harus puas dengan 13.538.179 suara pada pemilu putaran kedua hari Jumat (5/7) yang menghasilkan jumlah pemilih lebih tinggi dibandingkan putaran sebelumnya.

Pada putaran pertama pemilu 28 Juni lalu, kandidat reformis itu memperoleh 10,4 juta suara dari 24,5 juta suara, lebih banyak dari Jalili dan Ketua Parlemen Mohammad Baqer Qalibaf.

Seorang tokoh politik yang relatif low profile, Pezeshkian menjabat sebagai menteri kesehatan di pemerintahan Mohammad Khatami (2001-2005) dan telah mewakili kota Tabriz di barat laut Iran di parlemen Iran sejak 2008.

Sebagai seorang ahli jantung, Pezeshkian sebelumnya mengepalai Universitas Ilmu Kedokteran Tabriz, salah satu institusi medis terkemuka di Iran utara.

Dua pencalonannya yang gagal sebelumnya untuk kursi kepresidenan terjadi masing-masing pada tahun 2013 dan 2021.

Pada tahun 2013, ia mengundurkan diri dari pemilihan presiden pada tahap selanjutnya dan mendukung mantan Presiden Hashemi Rafsanjani.

Kemudian tahun 2021, pencalonan Pezeshkian ditolak oleh Dewan Wali, badan pemeriksaan tertinggi di negara tersebut.

Sebagai satu-satunya kandidat reformis dalam pemilu kali ini, dan didukung oleh koalisi reformis terkemuka di negara itu yakni Javad Zarif, yang menjabat sebagai menteri luar negeri selama dua periode di bawah mantan Presiden Hassan Rouhani.

Jajak pendapat pra-pemilu menunjukkan dukungan yang signifikan terhadap Pezeshkian, terutama setelah lima debat presiden yang disiarkan televisi pada putaran pertama di mana ia vokal mengenai isu-isu kebijakan dalam dan luar negeri.

Pezeshkian memberikan indikasi bahwa dia akan lebih terbuka terhadap hubungan diplomatik dengan dunia, termasuk Barat, dan bermaksud untuk memulai reformasi di bidang ekonomi dan budaya.

Dalam debat presiden, ia menegaskan bahwa sanksi bertindak sebagai penghalang dalam menarik mitra dagang dan mencapai tingkat pertumbuhan 8 persen tidak mungkin terjadi tanpa pembukaan perbatasan.

Dia dengan gigih membela perjanjian nuklir tahun 2015 yang dicapai antara Iran dan negara-negara besar dunia pada masa pemerintahan Rouhani, yang merupakan rekan reformisnya.

Pezeshkian juga vokal tentang isu-isu yang berpusat pada perempuan, termasuk kewajiban berhijab, atau jilbab, dan menyatakan penolakannya terhadap rancangan undang-undang parlemen tentang penerapan undang-undang aturan berpakaian Islami. (rmol.id)