SpiritBangsa.com – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengeluarkan peringatan mengenai temuan empat bakteri super baru yang sangat resisten terhadap antibiotik. Diyakini bakteri ini dapat menyebabkan kematian karena mempersulit pengobatan.
Oleh karena itu, WHO mengulangi seruan kepada masyarakat internasional untuk menghindari pengobatan sendiri, karena praktik ini berkontribusi pada peningkatan potensi bakteri baru.
WHO telah menerbitkan daftar baru patogen bakteri prioritas untuk tahun 2024. Daftar ini telah menghilangkan lima kombinasi patogen dan obat antibiotik yang telah dimasukkan sejak tahun 2017. Namun badan tersebut telah menambahkan empat bakteri super baru, yakni: Enterobacterales yang resisten terhadap sefalosporin, Streptokokus Grup A yang resisten terhadap makrolida, Streptokokus Grup B yang resisten terhadap penisilin, dan Mycobacterium tuberkulosis yang resisten terhadap rifampisin.
Dalam kategori prioritas tinggi, bakteri salmonella dan shigella termasuk dalam kategori ini, dengan insiden yang tinggi diprediksi WHO ada di negara-negara berkembang. Kemudian ada bakteri lain yang sering menyebabkan infeksi seperti Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus.
Apa saja bakteri super yang paling berbahaya secara global menurut WHO? Selama beberapa tahun, bakteri super berikut menjadi sulit dikendalikan dan merupakan salah satu patogen yang menyebabkan kematian terbanyak di seluruh dunia, yaitu:
Escherichia coli, Stafilokokus aureus, Klebsiella pneumoniae, Streptococcus pneumoniae, Acinetobacter baumannii, Pseudomonas aeruginosa, Mycobacterium tuberkulosis, Enterococcus faecium, Salmonella tipimurium, Neisseria gonorrhoeae, Stafilokokus epidermidis, dan Clostridium.
Menurut WHO, munculnya bakteri super baru ini disebabkan oleh penyalahgunaan antibiotik, kemungkinan besar terjadi selama pandemi Covid-19 ketika obat-obatan tersebut digunakan secara berlebihan untuk mengobati penyakit tersebut.
Apa itu resistensi antibiotik? Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), resistensi antibiotik terjadi ketika mikroba tidak lagi merespons antibiotik yang awalnya dirancang untuk membunuh mereka.
Banyak orang percaya bahwa resistensi antibiotik disebabkan oleh tubuh manusia, padahal kenyataannya tidak demikian. Sebaliknya, fenomena ini terjadi ketika mikroba mengembangkan resistensinya sendiri, sehingga memungkinkan mereka berkembang biak dan menghindari pemusnahan, sehingga berpotensi menyebabkan infeksi yang mematikan.
Para ahli menegaskan bahwa infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang kebal antibiotik sangat sulit, dan dalam beberapa kasus, tidak mungkin diobati. (beritasatu.com)