PEKANBARU – Proses Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Mahasiswa Universitas Riau (UNRI) yang akan berlangsung pada 2 Desember mendatang mulai menghangat. Salah satu pasangan yang mencuri perhatian mahasiswa adalah Muhammad Azhari dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang berpasangan dengan Muhammad Yahya Ramadani dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Pasangan dengan nomor urut 1 ini mengusung visi besar, yakni “Terwujudnya BEM UNRI sebagai poros pergerakan mahasiswa yang memiliki integritas serta progresif, adaptif, dan berdampak nyata bagi mahasiswa UNRI, masyarakat Riau, dan Indonesia.” Sebuah visi yang tidak hanya berbicara soal internal kampus, tetapi juga menempatkan mahasiswa sebagai subjek penting dalam denyut kehidupan sosial yang lebih luas.
Azhari menilai bahwa gerakan mahasiswa saat ini membutuhkan keberanian baru yang lebih terarah, bukan sekadar reaktif terhadap isu-isu sesaat. Menurutnya, BEM semestinya menjadi ruang terorganisir yang mampu memperjuangkan kepentingan mahasiswa dengan tetap berpijak pada data, etika, dan tanggung jawab moral.
“Kami memiliki komitmen kuat untuk membawa gerakan mahasiswa ke level yang lebih baik. Keberanian yang kami maksud bukan keberanian tanpa arah, melainkan keberanian yang didasarkan pada prinsip integritas, bergerak dengan jujur, transparan, dan bertanggung jawab,” ujar Azhari dalam pemaparan gagasannya.
Komitmen tersebut diterjemahkan ke dalam lima basis aksi yang menjadi kerangka gerakan Paslon 01, yakni arah, advokasi, kolaborasi, solidaritas, dan inovasi.
Pada aspek arah, pasangan ini bertekad membangun BEM UNRI yang aktif, responsif, adaptif, dan harmonis dengan tata kelola yang tepat, serta berorientasi pada pelayanan dan keberpihakan kepada mahasiswa.
Sedangkan dalam aspek advokasi, mereka menekankan pentingnya membangun eskalasi gerakan yang terstruktur, sistematis, masif, dan berani, berbasis data, serta fokus pada penyelesaian persoalan mahasiswa dan masyarakat secara berkelanjutan. Isu yang diangkat pun tidak terbatas pada lingkup kampus semata, melainkan juga persoalan daerah dan nasional yang memiliki irisan dengan kehidupan mahasiswa.
Di bidang kolaborasi, Azhari–Yahya berkomitmen membangun jaringan inklusif yang dilandasi komitmen kuat untuk menghadirkan program pemberdayaan tepat sasaran. Peningkatan keterampilan, perluasan akses terhadap sumber daya, serta dukungan bagi penguatan sosial dan ekonomi masyarakat menjadi fokus penting yang ingin diwujudkan melalui kerja sama lintas pihak.
Sementara itu, solidaritas dipahami sebagai fondasi budaya organisasi. Mereka mengusung semangat membangun BEM yang tegas, tanggap, cekatan, dan optimal dalam proses pengambilan keputusan. Soliditas internal diyakini menjadi kunci agar pergerakan mahasiswa tidak mudah terpecah oleh kepentingan sempit, melainkan tetap berjalan dalam satu arah perjuangan bersama.
Dalam ranah inovasi, pasangan ini menaruh perhatian besar pada pengembangan potensi karya mahasiswa. Program-program kreatif, terobosan baru, serta penguatan kapasitas kelembagaan dirancang untuk menjaga daya saing mahasiswa Universitas Riau di tengah perubahan zaman yang semakin cepat dan kompleks.
“Saya percaya, hanya dengan keberanian dan integritas yang solid, gerakan mahasiswa UNRI dapat menjadi kekuatan yang efektif dan dihormati, bukan hanya di kampus tetapi juga dalam konteks sosial yang lebih luas,” tambah Azhari.
Di tengah dinamika pemilihan yang akan datang, kemunculan gagasan-gagasan berbasis integritas, keberanian, dan keberpihakan pada mahasiswa menjadi hal yang patut dicermati. Proses demokrasi di lingkungan kampus bukan hanya tentang siapa yang terpilih, melainkan tentang sejauh mana ide, pemikiran, dan komitmen untuk perubahan dapat dihadirkan secara jujur kepada mahasiswa sebagai pemilik kedaulatan suara.












